Laman

Selasa, 27 Januari 2015

I am an American

Beberapa waktu lalu setelah shalat subuh, seorang ayah menemui saya seraya berteteskan airmata mengatakan: Please help me! Orang ini saya kenal sebagai sosok yang saleh. Hampir di setiap waktu shalat, bahkan di shalat subuh di udara dingin sekalipun dia hadir untuk berjamaah.
"What I can do for you"? Tanyaku. "My son" jawabnya singkat. Kenapa anak anda? Sambil masih meneteskan airmata nampak kesedihan dia mengatakan kalau anaknya tidak lagi mau ke mesjid. Bahkan khawatirnya anaknya tidak lagi mau shalat.
"Baik. Nanti saya temui anak anda" jawab saya.

Menjelang siang hari saya ke rumahnya dan menemui anaknya yang baru masuk college/universitas. Anaknya ramah, an American type: "Hey, assalamu alaikum Imam. How are you"? Sapanya ramah. "I am great. And you"? Tanyaku. "I am fine, i am okay alhamdulillah" jawabnya tanpa menampakkan keraguan.

"Shabu (nama anaknya), I am here to see you because for the past many days I'd nevet seen you in the masjid", tanyaku. "Is there any thing wrong"? Oh...no, no. I am fine. I am just a little busy with study" jawabnya dengan cepat. "C'mon man, your friends are still coming. Why you aren't"? Tanyaku.

Dia nampak sejenak menghela nafas. Lalu melihat ke saya dan berkata: " Imam, honestly I love to come to the masjid. But you know, often time when i am at the mosque i feel guilty".

Saya kemudian mengajak dia keluar rumah dan minum teh India di sebuah restoran. "Shabu, what is wrong with you"? I know you. You are a nice boy...what is wrong?

"I dont know Imam. But my father, you know is a nice man. Every time i wanted to go the masjid, he wants me to change my out fit to shalwar and gamiz. Imam, I am an American, not Bengali"...

Saya perhatikan anak tersebut. Dia serius dan jujur. Saya pancing berbicara dan berbicara. Semua unek-uneknya dikeluarin. "Imam, honestly also I can't connect with what some Imams deliver in the masjid. "What do you mean"?.

Singkatnya, menurutnya karena sebagian Imam dalam ceramah-ceramahnya selalu menyampaikan isu-isu yang tidak relevan. Isu-isu yang sesungguhnya tidak menyentuh kehidupan real. Sehingga anak-anak muda yang semakin rasional, praktis, dan apa adanya semakin tidak tertarik....

Saya kemudian mengajak anak tersebut kembali ke masjid. Memotivasinya bahwa Islam tdk melihat keoada penampilan lahir manusia, tapi kepada hati dan amalnya...dengan izin Allah dia kembali aktif dan kini menjadi salah seorang aktifis pemuda di komunitas kita.

Wa maa arsalna min rasuulin illa bi lisaani qaumih!

-----
Saya copas dari message Ustad Shamsi Ali - orang Indonesia yg jadi Imam di Amerika

Tidak ada komentar: