Laman

Rabu, 16 September 2015

Tadzkiroh Tentang Kematian

〰〰〰〰〰
Sekali lagi Tentang Kematian...
(Pelajaran Berharga dari Tragedi Makkah)
@Gus Uwik #Makkah (12/9)

Sahabat, berita duka menyelimuti pelaksanaan haji tahun 2015 ini. Tepat hari jumat (11/9) ba'da sholat asar, Allah memberi tadzkiroh kepada kita, ummatnya tentang kematian. Musibah besar pasca tragedi mina yang menyebabkan banyak jamaah haji yang meninggal kini 'terulang' lagi. Tercatat 100 lebih Orang menjadi korban atas jatuhnya sebuah crane pembangunan yang tegak berdiri di samping area Thowaf. Akibat hujan dan badai yang begi besar akhirnya menyebabkan crane tersebut runtuh dan menimpa jamaah yang Ada dibawahnya. Innalillahi wa innailaihi roji'un. InshaAllah fil jannah.

Bagaimana kita memandang permasalah tersebut dan sikap yang di ambil? Ada persitiwa penting yang patut di catat dan digarisbawahi atas tragedi tersebut yakni tentang 'kematian'.

Tatkala tragedi tersebut, salah satu jamaah Kota Bogor yang tergabung dlm gelombang 2, kloter 48 menjadi saksi hidup. Sebut saja Pak Heru namanya. Beliau mendapat hikmah hidup yang begitu luar biasa. Tentang hidup, tentang kematian dan yang lebih penting lagi tentang apa yang dipersiapkan setelah kematian pasca tragedi tersebut.

Hal-hal di atas berkecamuk di dalam pikiran dan benaknya, sampai-sampai dalam perjalanan pulang balik dari masjidil harom ke pondokan beliau tersasar kemana-mana. Baru ketika tengah malam menjelang, Pak Heru sampai pondokan seorang diri.

Beliau berujar; "Selama ini saya tahu bahwa mati itu Akan menghampiri kita kapan pun. Namun selama ini, saya hanya memahami sebatas itu saja. Namun, setelah tragedi crane ka'bah tersebut saya seolah-olah ditunjukkan oleh Allah bahwa bukan hanya kematian itu yang akan terjadi kapan saja namun lebih dari itu bahwa kematian itu hanya milik Allah. Kapan pun dan pada saat apapun Allah berkehendak maka Allah Akan mengambilnya. Tak peduli kita dalam kondisi senang, sedih, beribadah, bermaksiyat atau yang lain. Dan yang lebih pasti lagi adalah tidak ada seorangpun yang mampu menahan atau menghalangi datangnya kematian."

Masih menurut Pak Heru, pada awalnya saya berpikir bahwa 'mana mungkin' di depan ka'bah Akan terjadi tragedi yang merenggut nyawa. Bukankah itu rumah Allah. Maka Allah pasti Akan 'menjaganya'? Namun ternyata, Allah menunjukkan hal lain. Mati itu bisa kapan saja, dimana saja dan pada saat apapun. Subhanalloh.

Baju koko dan celana putih bagian belakang Pak Heru penuh dengan bercak darah dari jamaah yg jadi korban. Bahkan Ada serpihan kecil 'daging manusia' menempel di celana putihnya.

Sungguh kematian sahabat-sahabat jama'ah haji yang mulia, mengingatkan bahwa waktu SANGAT BERHARGA. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah SWT berfirman: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)." (QS. Al-Anbiya :1) 

Jama'ah yang menjadi korban tragedi crane, hidupnya berakhir dengan kegembiraan. InshaAllah mereka mati syahid. Meninggal dalam posisi sedang menjadi tamu Allah. Sedangkan kita? Belum ada jaminan untuk meninggal dengan akhir 'bahagia'. 

Sudahkah kita telah melaksanakan amal sholih yang banyak selama hidup kita? Ataukah justru sebaliknya, terlena dan melakukan hal-hal sia-sia lagi maksiyat. Padahal Allah akan 'mewafatkan' seseorang sesuai dengan kebiasaan hidupnya. Jika dalam kehidupannya lebih banyak melakukan kebaikan maka inshaAllah akan khusnul khotimah. Demikian juga sebaliknya.

Banyak yang 'menyesal' kemudian setelah kematian menjemput. Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan Mata, lisan mengadu, "Ya ALLAH, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan." Sebagaimana firman Allah 'Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul…." (QS. Ibrahim :44). Dengan tegas Allah menjawab ; kematian tidak akan Ada yang bisa memajukan dan mengundurkan walau sesaat. 

Tragedi Makkah mengingatkan bahwa KITA TAK MEMILIKI APA-APA. Tatkala seseorang meninggal dunia maka tak ada satu benda pun yang  ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata. Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergipun bersama sesuatu yang tak berharga. Ternyata, semua hanya 'titipan'. Dan pemilik sebenarnya hanya ALLAH SWT. Masihkah kita 'tidak rela' ketika 'barang titipan' diambil lagi oleh yang punya? Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba ALLAH SWT.

Tragedi Makkah menyadarkan bahwa HIDUP BEGITU BERHARGA. Sisa hidup yang kita punya harus benar-benar dimanfaatkan untuk melakukan amal sholih sebanyak-banyaknya. Karena kita tidak tahu kapan kita Akan meninggal. Padahal kita yakin bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti adanya.

Imam Ghazali menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…" dengan menyebut, "Ad-Dun-ya mazra'atul akhirah." (Dunia adalah ladang buat akhirat). Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Artinya, semua aktivitas kerja akan diorientasikan untuk menabung 'bekal' akhirat. Bukan semata mengejar duniawi.

Allah berfirman: "Katakanlah, 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripada-Nya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Jumu'ah: 8).

Allah juga berfirman; "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS. An-Nisa`: 78).

Nabi bersabda; "Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi, dia berkata, 'Ya Rasu-lullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?' Rasulullah menjawab, 'Kamu bersedekah dalam keadaan sehat, mencintai harta, takut miskin, dan berharap kaya, jangan menunda-nunda sehingga ketika nyawa sampai di kerongkongan kamu berkata, 'Untuk fulan ini, untuk fulan ini,' padahal ia telah menjadi miliknya'." (Muttafaq alaihi. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 680 dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 538).

Jika demikian adanya, masihkah kita akan menyia-nyiakan hidup? Bukankah kematian akan mencari dan mengejar kita hingga kolong-kolong persembunyian sekalipun? Jika demikian, bukan kematian yang menjadi fokus, tapi bagaimana mempersiapkan kematian yang 'indah' itulah hal yang perlu dipersiapkan dengan baik.

Agar penyesalan tidak terjadi pada kita, maka yang mesti kita lakukan adalah memanfaatkan detik-detik umur dengan mengisinya dengan kebaikan, karena itulah satu-satunya bekal bagi kita di perjalanan panjang, di mana awalnya adalah kematian. Di sinilah letak pentingnya seorang Muslim selalu mengingat kematian. Ya, dengan mengingat kematian, mendorong seorang Muslim untuk berbekal, karena dia menyadari dirinya akan mati. Karena hikmah inilah, maka Rasulullah mengajak kita memperbanyak mengingat kematian. 

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda : "Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian." (HR. at-Tirmidzi, no. 2308 dan Ibnu Majah, no. 4258, dishahihkan oleh Syu'aib al-Arna`uth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, hadits no. 579). 

Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (QS. At-Tadzkirah, al-Qurthubi 1/23). 

Dengan memaknai KEMATIAN, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan. Seorang hamba yg banyak mengingat mati maka ALLAH SWT akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya akan sakitnya KEMATIAN.

Demikianlah pelajaran terbaik dari tragedi makkah. Semoga Allah menjadikan kita manusia-manusia yang cerdas. Orang yang senantiasa mengingat kematian. Menjadikan dunia sebagai ladang meraih pahala untuk bekal akhirat.

Hidup adalah pilihan. Mengakhiri kematian dengan kebaikan adalah pilihan. Dengan su'ul khotimah juga pilihan. Selanjutnya, kita memilih dan melakukan perbuatan harian seperti apa?

Smg kita dapat mengisi hidup kita dg banyak beramal shaleh shg kita mghadap Allah dalam keadaan khusnul khotimah....aamiin

Tidak ada komentar: