Laman

Senin, 01 April 2013

Al maiidah 113

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM.
ASSALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH.
Selamat pagi anak2ku dan sahabat2ku pecinta al-Qur'an yang dirahmati Allah, Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan syukur kehadhirat Allah yang mana kita masih diberikan kesempatan untuk bersama-sama bertadarus serta memahami isi kandungan al-Qur'an dengan metode tafsir perkata, pembahasan dari ayat ke ayat, semoga dengan cara ini kita dapat menguasai bahasa Arab dan memahami al-Qur'an dengan baik dan benar. Insya Allah...

TADARUS/KAJIAN KITA MASIH DISEKITAR URAIAN SIKAP PENGIKUT-PENGIKUT NABI ISA ALAIHIS-SALAM.

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kepada 'Isa alaihis-salam di dalam menghadapi kaumnya besok pada hari berkumpul dan disaksikan oleh semua manusia dengan karunia-Nya kepadanya. "(ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?". (ayat 112).

Para al-Hawariyyun, murid-murid setia 'Isa al-Masih dan sahabat terdekat serta orang yang paling kenal kepadanya sudah mengerti bahwa Isa hanyalah manusia biasa, anak Maryam, dan mereka memanggilnya dengan panggilan yang mereka ketahui dengan sebenarnya itu. Mereka mengerti bahwa Isa bukan Tuhan, melainkan seorang hamba Allah. Ia juga bukan putra Allah, melainkan putra Maryam. Mereka juga tahu bahwa Tuhannyalah yang menciptakan mukjizat-mukjizat luar biasa terhadap Isa, dan bukan Isa yang menciptakan mukjizat itu dengan kemampuan khusus. Oleh karena itu, mereka meminta kepada Isa agar diturunkan hidangan kepada mereka dari langit. Mereka tidak memintanya kepada Isa (melainkan supaya diturunkan dari langit), karena mereka tahu bahwa Isa sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang luar biasa ini. Mereka hanya meminta.

Terdapat bermacam-macam takwil mengenai perkataan mereka, "HAL YASTATHII-'U ROBBUKA = Sanggupkah atau bersediakah Tuhanmu.....) tentang bagaimana mereka meminta dengan kata-kata seperti ini sesudah mereka beriman kepada Allah dan mempersaksikan keislaman mereka kepada 'Isa 'alaihis-salam. Ada yang mengatakan bahwa makna kata "YASTATHII-'U" itu bukan berarti "YAQQDIRU"=berkuasa, tetapi yang dimaksud ialah kelazimannya, yaitu kesedian-Nya menurunkan hidangan itu kepada mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa makna kalimat itu ialah "Apakah Tuhanmu mau mengabulkan permintaanmu kalau engkau meminta?" Dan ada yang membacanya dengan, "HAL TASTATHII-'U ROBBAKA" dengan pengertian, "Apakah engkau dapat meminta kepada Tuhanmu supaya Dia menurunkan kepada kami hidangan dari langit..?

Apa pun yang dimaksud, maka Nabi 'Isa 'alaihis-salam memberi jawaban dengan mengingatkan kepada mereka terhadap permintaan sesuatu yang luar biasa ini. Karena, orang-orang yang beriman itu mestinya tidak perlu meminta hal-hal yang luar biasa dan tidak berlaku tidak sopan terhadap Allah. "Isa menjawab, bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman" (ayat 112).

Akan tetapi, kaum Hawariyyun itu mengulangi permintaan itu lagi dengan menyatakan alasan dan sebab-sebabnya serta apa yang mereka harapkan di belakang itu, sebagaimana ayat lanjutannya dibawah ini:

QS AL-MAA-IDAH 5: 113.
أ عو ذ بالله من تاشيطان الرجيم
قَالُوا نُرِيدُ أَنْ نَأْكُلَ مِنْهَا وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ الشَّاهِدِينَ
QOOLUU NURIIDU AN-NA'KULA MINHAA WA-THATHTH-MA-INNAA QULUUBUNAA WA-NA'LAMA AN QODD SHODAQQTANAA WA-NAKUUNA 'ALAIHAA MINASY-SYAAHIDIINA. = Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan (supaya) tenteram hati kami dan (supaya) kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan".

Translation In English: They said: "We only wish to eat thereof and satisfy our hearts, and to know that thou hast indeed told us the truth; and that we ourselves may be witnesses to the miracle."

"QOOLUU=mereka berkata" "NURIIDU=kami ingin" dengan permintaan ini agar "AN=bahwa" "NA'KULA=kami memakannya" "MINHAA=darinya" "WA-THATHTH-MA-INNAA=dan menentramkan" menjadi tenang/mantap "QULUUBUNAA=hati kami" semakin bertambah yakin, "WA-NA'LAMA= dan kami mengetahui" kami makin bertambah pengetahuan "AN=bahwa" "QODD=sungguh" "SHODAQQTANAA=kamu berkata benar kepada kami" dalam pengakuanmu menjadi Nabi "WA-NAKUUNA=dan kami menjadi"  'ALAIHAA=atasnya" "MINASY-SYAAHIDIIN=orang-orang yang menyaksikan"

Namun, jawaban sekaligus tuntunan yang beliau Nabi 'Isa 'alaihis-salam sampaikan pada ayat yang lalu itu, tidak disambut baik oleh para pengikutnya, sebagaimana terbaca dalam jawaban mereka yang diabadikan oleh ayat di atas.

Jawaban ini dapat dipahami mengandung kesan kurang baik terhadap mereka dan dapat juga dipahami dalam arti kesan baik, tergantung bagaimana kita memahaminya, seperti halnya kata "HAL YASTATHII-'U=apakah sanggup" (Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?).

Bagi yang memahaminya dalam arti positif, ayat di atas dipahami sebagai berikut: Mereka berkata: "Kami bukan memintanya untuk menghilangkan keraguan kami, tetapi kami memintanya karena kami lapar sehingga kami ingin memakan hidangan itu untuk memperoleh berkatnya dan supaya tenteram hati kami, ketenteraman hati yang serupa dengan yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim alaihis-salam ketika bermohon diperlihatkan bagaimana Allah menghidupkan yang mati (baca QS al-Baqarah 2: 260) dan supaya kami tidak hanya sampai pada tingkat percaya tetapi mencapai tingkat yakin dengan 'Ain dan Haqqul-Yaqin bahwa engkau, wahai 'Isa, telah berkata benar kepada kami, dalam segala hal yang engkau sampaikan dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan dengan mata kepala, bukan hanya dengan mata hati tentang betapa kuasa-Nya Allah menurunkan hidangan itu."

Adapun jika kita akan memahaminya dalam arti negatif, cukup dengan berkata ayat di atas menunjukkan bahwa mereka menolak ajakan 'Isa alaihis-salam agar beriman, mereka meminta untuk makan, dan ingin lebih yakni karena selama ini mereka belum yakin bahwa Nabi mereka 'Isa alaihis-salam sungguh telah menyampaikan kebenaran.

Apa pun makna yang kita pilih dari kata "Sanggupkah/mampukah Tuhanmu", dan apa pun kesan yang kita peroleh dari jawaban di atas, yang pasti adalah bahwa pengikut-pengikut 'Isa 'alaihis-salam bermohon dianugerahi bukti yang jelas tentang kebenaran 'Isa alaihis-salam sebagaimana ditegaskan oleh ayat di atas. Ini sekali lagi (sebagaimana telah disebutkan pada kajian kemarin) menunjukkan betapa berbeda pengikut-pengikut setia 'Isa alaihis-salam, dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Tidak ditemukan satu teks keagamaan pun—baik dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah—yang menginformasikan bahwa ada seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang bermohon atau menuntut bukti kebenaran/mukjizat dari beliau. Kalau ada yang menuntut bukti, mereka belum menjadi pengikut beliau. Atau, dengan kata lain, mereka adalah orang-orang kafir dan musyrik. Hal ini dijelaskan, di antaranya oleh QS al-'Ankabut 29: 50, yang berbunyi:
وَقَالُوا لَوْلا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَاتٌ مِنْ رَبِّهِ ۖ  قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ
"Dan (orang-orang kafir Mekkah) berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat (yang bersifat indriawi) dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata".

Para Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam—termasuk 'Isa 'alaihis-salam—selalu mengaitkan kenabian dan kerasulan dengan hal-hal yang bersifat supra-rasional, baik berbentuk sihir, gaib, mimpi, dan lain-lain. Masyarakat mereka—termasuk masyarakat yang dijumpai oleh 'Isa 'alaihis-salam—membutuhkan bukti-bukti itu karena mereka belum mencapai tingkat kedewasaan berpikir yang memadai. Menurut Nazmi Luke, seorang pendeta Mesir, dalam bukunya Muhammad ar-Rasul wa ar-Risalah, sama dengan membujuk anak kecil untuk makan, padahal jika ia telah dewasa maka ia pasti akan makan tanpa dibujuk. Pendeta tersebut lebih lanjut berkomentar bahwa menghidupkan orang mati, mengembalikan penglihatan orang buta, dan lain-lain yang bersifat supra-rasional merupakan hal-hal yang sangat mengagumkan, tetapi tidak berarti apa-apa jika itu dimaksudkan untuk membuktikan bahwa dua tambah dua sama dengan lima. Jika demikian, menjadi sangat wajar jika ummat 'Isa 'alaihis-salam meminta bukti, dan wajar pula sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi-wasallam tidak memintanya, karena mereka telah merasa cukup dengan mendengar redaksi dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an serta melihat dan menyaksikan langsung sosok kepribadian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (dengan budi perkertinya yang mulia "Akhlaqul-Karimah").

Semoga bermanfaat dan selamat beraktivitas..., salam Hijrah, UniQ
Sent from BlackBerry® on 3

Tidak ada komentar: