Laman

Kamis, 02 Mei 2013

Al an'am 6:1

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM.
ASSALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH.

Selamat pagi anak2ku dan sahabat2ku pecinta al-Qur'an yang dirahmati Allah, Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan syukur kehadhirat Allah yang mana kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat bersama-sama bertadarus serta belajar tafsir perkata dengan penjelasan secara mendetail dari ayat per ayat. Semoga dengan cara ini kita dapat menguasai bahasa al-Qur'an serta memahami isi kandungan al-Qur'an dengan baik dan benar. Alhamdulillah hari ini kita sudah memasuki surah al-An'aam.

SURAH AL-AN-'AAM  (Hewan Ternak)
Surah al-An-'aam adalah surah Makkiyah karena hampir seluruh ayat-ayat-Nya diturunkan di Mekkah dekat sebelum hijrah, surah ini terdiri atas 165 ayat. Secara redaksional, penamaan itu tampaknya disebabkan kata al-An-'aam ditemukan dalam surah ini sebanyak enam kali. Juga dinamakan al-An-'aam karena di dalamnya disebut kata An-'aam dalam hubungan dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Juga dalam surah ini disebutkan hukum-hukum yang berkenaan dengan binatang ternak itu. Nama ini adalah satu-satunya nama untuknya yang dikenal pada masa Rasul shallallahu 'alaihi wasallam.

Abu Bakar bin Mardawaih meriwayatkan dengan isnadnya dari Anas bin Malik, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Surah al-An-'aam turun dikawal oleh serombongan Malaikat yang memenuhi timur dan barat. Mereka beramai-ramai mengucapkan tasbih, dan bumi pun bergemuruh. 'Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan, 'Subhanallahil-'Azhiim, Subhanallahil-'Azhiim'".

Parade dan kegemuruhan ini tampak jelas bayangannya di dalam surah ini. Karena surah ini sendiri sebuah konvoi, konvoi jiwa dan konvoi alam semesta. Ia merupakan kemasan berbagai sikap, pemandangan, isyarat, dan kesan. Ia dengan susunannya yang saling mendukung menyerupai pemandangan-pemandangan, sikap-sikap, isyarat-isyarat, dan kesan-kesan bagaimana muara sungai dengan riak-riak gelombangnya yang susul-menyusul. Satu gelombang hampir-hampir belum sampai ke dasar tiba-tiba disusul oleh gelombang berikutnya, yang membuat jaringan bersamanya, di aliran yang berkesinambungan dan terus memancar.

Tema pokok yang dibicarakannya pun berkesinambungan. Sehingga, tidak mungkin surah ini dibagi menjadi beberapa segment, yang masing-masing segmen membicarakan sebuah sub-tema. Akan tetapi, surah ini adalah gelombang-gelombang...dan setiap gelombang serasi dengan yang sebelumnya dan sesudahnya, dan saling melengkapi.

Surah ini dimulai dengan menghadapi orang-orang musyrik yang mengambil tuhan-tuhan lain selain Allah, padahal petunjuk-petunjuk tauhid tampak dihadapan mereka dan meliputi mereka, serta terlihat jelas di alam semesta dan di dalam diri mereka... Dimulai dengan menghadapkan kepada hakikat 'Ketuhanan Allah" yang tampak jelas dalam sentuhan-sentuhan luas yang meliputi seluruh alam semesta, dan meliputi wujud mereka secara keseluruhan... Dimulai dengan memberikan tiga macam sentuhan dengan melukiskan lapangan wujud yang besar dengan sangat dalam dan luas.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM = Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

QS AL-AN-'AAM  006: 001.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
ALḪAMDULILLAAHIL-LADZII KHOLAQOS-SAMAAWAATI WAL-ARDHO WA JA-'ALAZH-ZULUMAATI WAN-NUURO, TSUMMAL-LADZIINA KAFARUU BI-ROBBIHIM YA'DILUUNA. = Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, kemudian orang-orang yang kafir mempersamakankan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.

Translation In English" "Praise be Allah, Who created the heavens and the earth, and made the darkness and the light. Yet those who reject Faith hold (others) as equal, with their Guardian-Lord."

"ALḪAMDULILLAAHI=Segala puji bagi Allah" "AL-LADZII=yang" "KHOLAQO=telah menciptakan" "AS-SAMAAWAATI=semesta langit" "WAL-ARDHO=dan bumi" "WA JA-'ALA=dan Dia telah menjadikan" "AZH-ZULUMAATI=semua kegelapan" "WAN-NUURO=dan cahaya" terang, "TSUMMA=kemudian" "AL-LADZIINA=orang-orang yang" "KAFARUU=mereka kafir" ingkar, "BI-ROBBIHIM=terhadap Tuhan mereka" "YA'DILUUN=mereka mempersamakan" mempersekutukan dengan yang lainnya.

Dalam surah ini Allah memulai dengan menyebut ALḪAMDU yakni pujian kepada diri-Nya untuk mengajari hamba-hamba-Nya memuji kepada-Nya dengan bentuk kalimat tersebut. Kalimat hamdalah mencakup seluruh sendi-sendi keagungan dan kesempurnaan. Dalam penyebutan pujian ini, Allah memberitahukan bahwasanya Dia-lah yang paling pantas memperoleh segala pujian, karena tidak ada kawan dan sekutu bagi-Nya. Ayat di atas bermakna, "Pujilah Allah, Tuhan kamu sekalian yang telah memberikan berbagai macam anugerah kenikmatan dan kemuliaan kepadamu, Dia-lah yang menciptakan, mengadakan dan membuat langit dan bumi yang di dalamnya terdapat berbagai macam keindahan dan kreasi hasil ciptaan-Nya, semuanya dapat mengherankan akal pikiran sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal. Dan Dia pula yang menjadikan gelap dan terang, menciptakan malam dan siang silih berganti dalam keberadaannya bermanfaat bagi penduduk alam semesta. Allah menggunakan bentuk plural; ZHULUMAT (kegelapan-kegelapan) karena kegelapan bermacam-macam, dan jalannya amat banyak. Allah menggunakan bentuk singular (tunggal) menyebut NUUR (cahaya), sebab Allah-lah yang Maha Esa, dan dialah Sang Penerang dunia ini. Ayat ini mengkritisi kaum Majusi yang beribadah menyembah api dan cahaya lainnya, juga menolak pendapat mereka yang mengatakan bahwa segala kebaikan berasal dari cahaya dan keburukan dari kegelapan. Sesungguhnya makhluk tidaklah bisa menjadi Tuhan atau menciptakan sesuatu yang baru. Kemudian setelah datangnya berbagai macam dalil yang nyata atas keberadaan Allah dan keesaan-Nya, orang-orang kafir menyekutukan Tuhannya dan menyamakan Tuhan dengan berhala-berhala yang mereka buat sendiri. Ayat ini merupakan bentuk keheranan terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan kecaman mereka. Ayat ini menunjukkan buruknya perbuatan orang kafir, karena makna bahwa Allah menciptakan langit dan bumi telah nyata dan nikmat-Nya atas penciptaan itu telah terang, namun setelah itu semuanya, mereka malah menyekutukan Tuhannya. Ayat ini menerangkan, seakan-akan Allah berfirman, "Hai Fulan, aku telah memberi kamu, memuliakan kamu dan berlaku baik kepada kamu, lantas kamu malah mencelaku? Setelah terangnya ini semua".

Akhir surah al-Maa-idah menggambarkan bagaimana Nabi 'Isa alaihis-salam mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memuja-Nya. Allah Yang Mahaagung juga menegaskan bahwa kepunyaan Allah-lah kerajaan semua langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Penegasan ini adalah pujian karena pujian pada hakikatnya adalah menyebut sesuatu yang baik dengan baik. Jika demikian, ayat yang lalu pun mengandung pujian untuk Allah. Tetapi, jangan menduga bahwa pujian itu baru wajar disandang-Nya ketika itu, Tidak! Dia telah terpuji sebelumnya, bahkan pujian telah menjadi hak bagi-Nya sebelum terciptanya langit dan bumi. Karena itu, melalui ayat pertama surah ini, dinyatakan-Nya bahwa, Segala puji bagi Allah semata. Yang telah menciptakan banyak langit yang beraneka ragam dan bertingkat-tingkat, dan bumi yang dihuni antara lain oleh manusia. Demikianlah Ketuhanan Yang Maha Esa dihubungkan dengan penciptaan wujud yang paling luas. Kemudian, ditegaskan bahwa, dan Dia juga, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Terpuji itu, menjadikan aneka gelap sehingga manusia dapat beristirahat dan mengadakan terang supaya mereka dapat giat mencari rezeki. Kemudian, alangkah jauh keagungan dan anugerah-Nya itu dengan sikap orang-orang kafir, yakni yang menutupi kebenaran, mengingkari keesaan Allah, serta tidak mensyukuri nikmat-Nya. Alangkah jauhnya keagungan itu dengan sikap mereka ketika mempersamakan sesuatu dengan Tuhan Pemelihara mereka, padahal sesuatu itu tidak memiliki kesamaan sedikit pun dengan-Nya. Bukankah hanya Dia yang menciptakan langit dan bumi serta isinya, yang dipersamakan oleh orang-orang kafir dengan Tuhan? Bukankah hanya Dia yang menciptakan terang dan gelap? Siapa dan apa yang diciptakan dan dijadikan oleh Allah, tidak dapat dipersamakan dengan Allah; dan, jika demikian, pastilah tidak ada yang menyamai-Nya dan, dengan demikian pula, segala puji hanya tertuju kepada-Nya semata.

Ayat ini adalah satu dari empat surah al-Qur'an—selain al-Fatihah—yang dimulai dengan AL-ḪAMDULILLAH. Untuk lebih jelasnya, rujuklah kesurah al-Fatihah yang telah kita tadarusi dan bahas pada beberapa waktu yang lalu. Silakan di check it out pada file bapak.

Dimulainya surah ini dengan pujian kepada Allah merupakan mukaddimah dari prinsip utama yang akan dijelaskan, yakni persoalan tauhid dan keniscayaan hari Kemudian, untuk kemudian beralih kepada perincian bukti-bukti kebenaran hakikat itu, serta keheranan dan kecaman terhadap mereka yang ragu dan ingkar, padahal seharusnya mereka mengakui dan memuji-Nya.

Sementara ulama menjelaskan bahwa (المدح) Al-Madḫ=pujian, lebih luas cakupan maknanya dari (الحمد) Al-Ḫamd, yang juga biasa diterjemahkan dengan pujian. Ini karena Al-Madḫ dapat ditujukan kepada yang berakal dan tidak berakal, benda hidup maupun mati. Bukankan kita dapat memuji lukisan yang indah, atau batu permata yang mempesona, dan lain-lain? Adapun Al-Ḫamd tidak digunakan kecuali kepada yang berakal, bahkan yang melakukan sesuatu yang baik dan indah dengan sadar serta tanpa terpaksa.

AL-ḪAMDULILLAH mengandung makna bahwa pujian dalam berbagai ragam dan macamnya hanya ditujukan semata-mata kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak kepada selain-Nya karena hanya Dia yang berhak menerima pujian itu.

Ayat di atas menggunakan kata (خَلَقَ) KHOLAQO=mencipta, bagi langit dan bumi untuk menekankan betapa hebat dan agungnya ciptaan itu. Adapun ketika menguraikan tentang gelap dan terang, kata yang digunakannya adalah (جَعَلَ) JA-'ALA=menjadikan. Ini bukan saja karena gelap dan terang dalam kehidupan sehari-hari muncul akibat adanya sesuatu sebelumnya, yakni tenggelam dan terbitnya matahari, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa manusia harus dapat meraih manfaat dari kehadiran gelap dan terang. Hal ini dipahami dari penggunaan kata Ja-'ala yang biasanya mengandung penekanan tentang manfaat sesuatu—baik makhluk maupun ketetapan—yang dijadikan Allah dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Al-Qur'an memang berkali-kali menegaskan bahwa Allah menjadikan segala sesuatu di alam raya ini untuk kepentingan dan kemaslahatan ummat manusia.

Sebagaimana terbaca pada ayat di atas, al-Qur'an selalu menggunakan kata (السَّمَاوَاتِ) AS-SAMAAWAAT, yakni bentuk jamak untuk langit, jika kata itu digandengkan dengan (الأرْضَ) AL-ARDH=bumi, yang juga selalu ditampilkan dalam bentuk tunggal. Ini tampaknya untuk menegaskan tentang banyak dan bertingkat-tingkatnya langit dengan aneka galaksi yang ada di angkasa, berbeda dengan bumi yang dihuni manusia, yang hanya satu atau, paling tidak, hanya satu yang dikenal oleh masyarakat manusia saat itu hingga kini.

Ayat di atas mendahulukan penyebutan kata aneka gelap atas kata terang, bukan saja—seperti pendapat sementara ulama—karena gelap lebih dahulu wujud daripada terang, tetapi tampaknya untuk mengisyaratkan bahwa manusia hendaknya selalu menuju ke arah positif/terang. Perlu diingat pula bahwa di atas terang, ada terang yang melebihinya. Selanjutnya, pada saat kita disinari oleh terang, misalnya dengan kekuatan 40 watt, terang yang dipancarkannya relatif menjadi gelap bila kekuatannya meningkat menjadi 80 watt. Demikianlah, ayat ini dan semacamnya mengantar manusia untuk selalu mengarah kepada yang terang dan meninggalkan gelap walau yang sifatnya relatif.

Sebagaimana disinggung di atas dan kebiasaan al-Qur'an—menggunakan bentuk jamak untuk kata (ظلمات) ZHULUMAAT=aneka gelap, sedangkan kata (نور) NUUR berbentuk tunggal. Ini untuk mengisyaratkan bahwa kegelapan bermacam-macam dan beraneka ragam, sumbernya pun banyak. Setiap benda pasti mempunyai bayangan, dan bayangan itu adalah gelap, sehingga gelap menjadi banyak, berbeda dengan cahaya. Demikian tulis banyak ulama tafsir.

Dapat juga dikatakan bahwa sumber kegelapan ruhani dan penyebabnya banyak, berbeda dengan terang yang hanya satu karena sumbernya hanya dari Yang Maha Esa. "Barang siapa yang tidak diberi oleh Allah cahaya, maka tidaklah ada baginya sedikit cahaya pun" (QS an-Nuur 24: 40).

Kata (ثمّ) TSUMMA=kemudian, pada ayat di atas digunakan nuntuk menunjukkan betapa jauh sikap mereka dari kebenaran dan betapa buruk sikap itu. Betapa tidak demikian? Telah terbukti dengan sangat jelas keagungan dan keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala; antara lain melalui penciptaan langit dan bumi serta gelap dan terang, tetapi bukti-bukti itu diabaikan oleh orang-orang kafir, bahkan mereka mengangkat tuhan-tuhan selain Allah atau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu.

Penyebutan penciptaan langit dan bumi serta pengadaan gelap dan terang mengandung isyarat pembatalan keyakinan kaum kafir dengan berbagai kepercayaan mereka, sebagaimana kaum musyrikin Mekkah yang menetapkan adanya tuhan selain Allah, seperti berhala-berhala yang pada hakikatnya terbuat dari bahan-bahan yang ada di bumi, atau kepercayaan kaum Nasrani yang mempertuhankan Nabi'Isa dan ibunya Maryam, padahal keduanya hidup di bumi dan berasal dari tanah. Ayat ini juga membatalkan keyakinan para penyembah bintang, matahari, atau bulan yang merupakan benda-benda langit. Di sisi lain, penyebutan penciptaan dan pengadaan Allah terhadap gelap dan terang membuktikan bahwa keyakinan orang-orang Majusi yang mempertuhankan gelap dan terang bukanlah keyakinan yang benar karena keduanya, seperti halnya langit dan bumi, adalah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di sisi lain, penyebutan gelap dan terang dapat juga menjadi isyarat tentang keadaan manusia, yakni ada yang berada di jalan terang dan ada pula di jalan gelap.

Semoga bermanfaat dan selamat beraktivitas...
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar: