Laman

Kamis, 02 Mei 2013

Al an'am 6:9

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM.
ASSALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang Muslim, direnungkan dan dipahami , perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at  (penolong)  baginya pada hari Kiamat.  Allah Subhanahu wa Ta'ala  telah menjamin bagi siapa yang membaca al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, dan terdapat dalam firman-Nya: "…. Barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (QS Thaha:123)

Selamat pagi anak2ku dan sahabat2ku sekalian,ِ Alhamdulillah kita masih diberikan kesehatan oleh Allah, sehingga bisa melanjutkan tadarus/kajian kita dengan metode tafsir perkata serta penjelasan ayat secara rinci dan di ulang sebagaimana biasanya, agar bisa dipahami dengan baik dan benar. Disini juga ada terjemah bahasa Indonesia dengan maksud agar bisa dibaca pada HP yang tidak memiliki Arabic font, serta cara membacanya sesuai dengan tajwid dasar, dan terjemah dalam bahasa Inggris agar kita bisa > to improve our English.

Setelah ayat yang sebelum ini Allah Subhanahu wa Ta'ala Ayat menyinggung usul mereka yang lain; yaitu mereka, yakni kaum yang tidak percaya khususnya orang-orang Yahudi, berkata, Mengapa tidak diturunkan dari langit kepadanya, yakni kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam seorang Malaikat yang dapat kami lihat secara nyata dan bercakap-cakap dengannya, sekaligus mengakui kebenaran Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam? Allah menolak usul tersebut, sedang kalau Kami turunkan seorang Malaikat dalam bentuk manusia kepadanya sebagaimana usul mereka tentu selesailah urusan itu, yakni mereka akan segera binasa atau mereka langsung percaya tanpa melalui proses ujian keimanan menyangkut yang gaib, kemudian mereka tidak diberi tangguh sedikit pun tetapi langsung akan dibinasakan. Maka pada ayat lanjutan Allah berfirman:

QS AL-AN'AAM 6: 9.
أ عو ذ با لله من الشيطان الرجيم
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ
WALAU JA-'ALNAAHU MALAKAL-LAJA-'ALNAAHU ROJULAW-WALALABASNA 'ALAIHIM-MAA YALBISUUNA. =Dan kalau Kami jadikan dia (Rasul itu) Malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa lelaki dan (jika demikian) Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.

Translation In English: "If We had made it an angel, We should have sent him as a man, and We should certainly have caused them confusion in a matter which they have already covered with confusion."

"WALAU=dan sekiranya"  "JA-'ALNAAHU=Kami menjadikanya" yang diutus untuk mereka "MALAKAN=seorang Malaikat" "LAJA-'ALNAAHU=pasti Kami jadikan dia" artinya Malaikat itu berupa "ROJULAN=seorang laki-laki" artinya berbentuk seorang laki-laki supaya mereka bisa melihatnya, sebab manusia itu tidak akan kuat untuk melihat Malaikat, "WA LALABASNA=dan pasti Kami serupakan" Kami miripkan, 'ALAIHIM=atas mereka" "MAA=apa yang" "YALBISUUN=menyerupai mereka" terhadap diri mereka, sebab mereka pasti mengatakan bahwa Malaikat ini tidak lain kecuali seorang manusia seperti kamu.

Ibnu Abbas berkata, "Jika Allah mendatangkan kepada mereka Malaikat, tentulah Allah hanya menurunkan dengan bentuk rupa laki-laki, mereka tidak mampu melihat rupa aslinya, karena Malaikat terbuat dari cahaya".
Firman-Nya: (وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ) Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu, yakni seandainya Kami wujudkan Malaikat itu berupa seorang laki-laki, berarti yang Kami lakukan itu sama saja dengan membiarkan mereka dalam keadaan ragu. Disebutkan demikian tiada lain karena manusia akan mengiranya sebagai manusia, padahal dia bukan manusia melainkan Malaikat yang diwujudkan dalam bentuk manusia. Selain itu, tiada lain perbuatan mereka disebut sebagai talbis atau sikap yang menjurus kepada keraguan karena mereka pasti akan mengatakan kepada kaumnya, bahwa sesungguhnya Malaikat ini adalah manusia yang sama dengan kamu, dan manusia itu tidak mungkin menjadi Rasul dari sisi Allah. Apabila kejadiannya demikian berarti diturunkannya Malaikat kepada mereka tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka.

Karena sesungguhnya seandainya diturunkan Malaikat kepada mereka sudah tentu ia diturunkan dalam bentuk seorang kali-laki, mengingat mereka tidak mempunyai kemampuan untuk melihat Malaikat dalam bentuk aslinya, dan karena jenis manusia itu lebih cenderung kepada jenis manusia yang sama, sehingga mereka pasti akan mengatakan, "Engkau ini tiada lain seorang manusia seperti kami". Mereka pun akan mengatakan pula, "Kami masih belum puas dengan kerasulan orang ini". Sehingga permintaan mereka kembali berulang dengan permintaan yang sama dan terus-menerus mereka akan meminta agar Malaikat diturunkan kepada mereka, dan keraguan mereka masih tetap berlangsung, tidak terhenti. Maka dapatlah disimpulkan bahwa penurunan Malaikat tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka, bahkan mereka makin bertambah bimbang dan ragu.

Bahkan, ketaatan para Malaikat itu sangat kuat, sehingga mereka menganggap remeh ketaatan yang dilakukan oleh manusia. Oleh sebab itu, adakalanya para Malaikat tidak memaafkan mereka bila mereka melakukan kedurhakaan.

Ada usul lain dari para pembangkang itu, yakni agar hendaknya Malaikat yang turun mendampingi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyampaikan pesan-pesan Allah, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?" (QS al-Furqan 25: 7). Usul atau kemungkinan ini pun ditampik karena, kalau Kami jadikan dia, yakni Rasul itu, dari jenis Malaikat, tentulah Kami jadikan dia dalam bentuk lelaki, yakni manusia, karena mata mereka tidak akan mampu melihat Malaikat dalam bentuk aslinya sehingga, jika Kami jadikan dia dalam bentuk manusia, Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu; apalagi yang datang itu Malaikat atau bukan, dan apakah ajaran yang disampaikannya benar atau salah; sebagaimana kini mereka ragu dengan kehadiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Malaikat Jibril 'alaihis-salam sering kali turun dalam bentuk manusia. Imam Muslim meriwayatkan melalui Abdullah Ibnu Umar bahwa ayahnya, 'Umar Ibnu Khaththab radiallahu 'anhu pernah menyampaikan bahwa suatu ketika datang seorang yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, pada penampilannya tidak tampak tanda-tanda bahwa ia adalah pendatang, tetapi pada saat yang sama tidak seorang pun di antara hadirin yang mengenalnya. Dia duduk dekat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sambil mengajukan pertanyaan tentang  Islam, Iman, dan Ihsan serta tanda-tanda Hari Kiamat. Setelah selesai mengajukan pertanyaan dan mendengar jawaban Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ia kembali (menghilang), "Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadaku", ucap Umar radhiallahu 'anhu, "Tahukah siapa yang bertanya tadi? Dia adalah Jibril yang datang mengajar kalian agama kalian." Hadits serupa diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban, Ahmad, dan at-Tirmidzi dengan redaksi dan perawi yang berbeda, Yang jelas, ketika itu, tidak seorang sahabat pun yang menduga bahwa yang hadir adalah Malaikat Jibril.

Malaikat itu juga tidak jarang tampil dalam bentuk seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang benama Dihyan al-Kalbi. Ketika itu pula tidak seorang pun yang menduganya Malaikat sehingga, kalau bukan karena informasi dari yang mereka percaya, pastilah mereka akan yakin bahwa yang tampil itu adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mereka kenal itu.

Demikian terlihat bahwa manusia biasa tidak mungkin dapat melihat Malaikat dalam kehidupan dunia ini karena keterbatasan kemampuan mereka; dan, dengan demikian, jika usul para pembangkang itu diterima, tidak ada jalan lain kecuali menjadikan para Malaikat yang diutus itu dalam bentuk manusia, tetapi ketika itu, kehadirannya tidak akan menyelesaikan keraguan mereka.

Semoga bermanfaat....
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar: