Laman

Kamis, 02 Mei 2013

Al an'am 6:12

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM.
ASSALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH.
Selamat pagi anak2ku dan sahabat2ku sekalian,ِ Alhamdulillah kita masih diberikan kesehatan oleh Allah Ta'ala, sehingga bisa melanjutkan tadarus/kajian kita dengan metode tafsir perkata serta penjelasan ayat secara rinci dan di ulang, agar bisa dipahami dengan baik dan benar. Juga terjemahan dalam bahasa Indonesia dan cara membaca al-Qur'an dengan huruf latin dengan maksud agar tetap bisa dibaca pada HP yang tidak bisa menampilkan huruf Arab, serta cara membacanya disesuaikan dengan tajwid pada tingkat paling dasar, disamping terjemahan dalam bahasa Inggris agar kita bisa sambil belajar, atau paling tidak untuk mengingat kembali bagi telah menguasainya.

Tadarus/Kajian kita hari ini sudah memasuki pada ayat ke-12 dari QS AL-AN'AAM:
أ عو ذ با لله من الشيطان الرجيم
قُلْ لِمَنْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ ۗ  قُلْ لِلَّهِ ۗ  كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۗ  لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لا رَيْبَ فِيهِ ۗ  الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
QUL-LIMAM-MAA FIS-SAMAAWAATI WAL-ARDHI, QUL-LILLAAHI, KATABA 'ALAA NAFSIHIR-ROḪMATA, LIYAJJMA-'ANNAKUM ILAA YAUMIL-QIYAAMATI LAA ROIBA FIIHI, AL-LADZIINA KHOSIRUUU ANFUSAHUM FAHUM LAA YU'MINUUNA. = Katakanlah: "Milik siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas diri-Nya rahmat. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka itu tidak beriman.

Translation In English: "Say: 'To whom belongeth all that is in the heavens and on earth?' Say: "To Allah. He hath inscribed for Himself (the rule of) Mercy. That He will gather you together for the Day of Judgment, there is no doubt whatever. It is they who have lost their own souls, that will not believe."

"QUL=katakanlah" "LIMAN=milik siapakah" "MAA=apa yang" "FIS-SAMAAWAATI=di semesta langit" "WAL-ARDHI=dan bumi", "QUL=katakanlah" "LILLAAHI=milik Allah" jika mereka tidak mengatakannya dan tidak ada jawaban lain kecuali itu, "KATABA=Dia telah mewajibkan" telah menetapkan, 'ALAA=atas" "NAFSIHI=diri-Nya" "ROḪMATA=kasih sayang" untuk makhluk-Nya sebagai kemurahan dari-Nya. Ungkapan ini mengandung seruan yang lembut untuk mengajak mereka agar beriman, "LIYAJJMA-'ANNAKUM=sungguh Dia akan mengumpulkan kalian" "ILAA=pada" "YAUMIL-QIYAAMATI=Hari Kiamat" untuk membalas kamu atas perbuatan-perbuatan kamu, "LAA ROIBA=tidak ada keraguan" kebimbangan "FIIHI=padanya", "AL-LADZIINA=orang-orang yang" "KHOSIRUUU=mereka merugikan" "ANFUSAHUM=diri-diri mereka sendiri" karena mereka menjerumuskan dirinya ke dalam siksaan. ALLADZIINA adalah mubtada sedangkan khabarnya ialah "FAHUM=maka mereka" "LAA YU'MINUUN=tidak mereka beriman".

Setelah memerintahkan untuk melakukan perjalanan dengan tujuan merenung dan berpikir, diperintahkan-Nya pula agar hendaknya—dalam perjalanan itu—direnungkan ciptaan-ciptaan-Nya sehingga dapat dicapai kesimpulan tentang keniscayaan Hari Kemudian serta keesaan Allah. Ayat ini memerintahkan, Katakanlah, hai Nabi Muhammad atau siapa saja yang dapat menggunakan akal sehat dan jiwa sucinya, milik siapakah apa yang ada di langit dan di bumi? Siapakah yang menciptakan, mengatur, dan memilikinya? Tanpa menunggu jawaban mereka karena memang tidak ada jawaban logis selainnya, ayat ini langsung memerintahkan untuk menjawab, Katakanlah, "Milik Allah".

Karena semua yang terhampar di bumi dan langit adalah anugerah Allah, dan karena Dia tidak menghendaki kesulitan kecuali kemaslahatan hamba-hyamba-Nya, ditegaskan-Nya bahwa Dia telah menetapkan atas diri-Nya, yakni berjanji dengan janji yang tidak mungkin diingkari atau berkehendak untuk melimpahkan rahmat kepada seluruh alam.

Terlalu banyak rahmat-Nya untuk disebut, bahkan kita tidak mampu menghitungnya. Namun, dalam konteks uraian ayat ini, salah satu bukti rahmat-Nya adalah menangguhkan siksa bagi yang durhaka dengan harapan mereka akan insaf dan memberi ganjaran berupa ketenangan bathin bagi yang taat. Selanjutnya, setelah penangguhan itu, Dia sungguh akan menghimpun kamu yang taat dan durhaka sedikit demi sedikit hingga kesemuanya berkumpul pada Hari Kiamat yang tidak ada keraguan sedikit pun terhadapnya, yakni terhadap keniscayaan terjadinya. Di sana pun Dia akan menganugerahkan rahmat-Nya bagi yang taat. Memang, banyak orang yang mengingkari keniscayaan Hari Kiamat, tetapi itu karena mereka tidak memanfaatkan potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya. Mereka menutup mata hati mereka sehingga mereka itulah orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka itu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Esa, tidak pula mempercayai hari Kebangkitan.

Penggalan awal ayat ini merupakan bantahan terhadap kesesatan terbesar yakni mempersekutukan Allah, yang dirangkaikan dengan bukti keniscayaan hari Kemudian. Ayat pertama dan kedua surah ini dengan sangat gamblang menguraikan bukti keesaan Allah yang telah menciptakan langit dan bumi serta mengadakan gelap dan terang. Di celah pembuktian itu, tersirat bukti ketundukan dan ketaatan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Di sini disebut secara tegas ketundukan dan ketaatan mereka walau redaksinya dalam bentuk pertanyaan, "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Jawaban langsung yang menyatakan (لِلَّهِ) LILLAAH=kepunyaan Allah menunjukkan bahwa mereka semua adalah milik Allah. Huruf Lam yang dibaca Li pada kata (لِلَّهِ) LILLAAH bermakna milik. Ketika menafsirkan (إِيَّاكَ نَعْبُدُ) IYYAAKA NA'BUDU dalam surah al-Fatihah antara lain telah dikemukakan bahwa, ketika seorang menyatakan IYYAAKA NA'BUDU, tidak ada sesuatu apa pun, baik dalam diri pengucap mau pun yang berkaitan dengannya, kecuali telah dijadikan milik Allah. Demikianlah kepemilikan mengantar kepada ibadah. Dan, kalau semua yang ada di langit adalah milik Allah, dalam arti beribadah kepada-Nya, tidak satu pun yang wajar disembah karena selain Allah bukan Pemilik, tetapi sesuatu yang dimiliki. Selanjutnya, kalau segala sesuatu adalah milik Allah, itu berarti mereka semua pasti akan kembali kepada Pemilik tunggal, yakni kembali kepada-Nya, dan ketika itu semua makhluk bertanggung jawab akan memperoleh balasan atau ganjaran sesuai dengan amal perbuatan mereka masing-masing. Karena itu, setelah pernyataan tentang rahmat kasih sayang-Nya, ditegaskan-Nya bahwa Dia sungguh akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Demikianlah terlihat ayat 12 ini membuktikan keniscayaan hari Kemudian.

Pernyataan bahwa "Dia telah menetapkan atas diri-Nya rahmat" mengandung isyarat tentang rahmat-Nya. Ini perlu karena ayat sebelumnya mengandung semacam ancaman sehingga, dengan pernyataan itu, diketahui bahwa ancaman bahkan siksa yang akan dijatuhkan-Nya, bukan disebabkan Dia tidak memiliki kasih, tetapi ancaram itu karena kasih-Nya. Dengan ancaman itu, diharapkan hati orang-orang berdosa akan tergugah untuk bertaubat guna meraih rahmat tersebut, Makna ayat ini bertemu dengan firman-Nya: "Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun 'alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS al-An'aam 6: 54).

Pernyataan tentang kasih-Nya ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan yang bisa jadi muncul dalam benak; yakni, jika Dia memang adalah Penguasa dan Pemilik alam raya, mengapa Dia tidak segera menjatuhkan sanksi terhadap para pembangkang? Di sisi lain, Ia mengisyaratkan bahwa ganjaran yang akan diterima oleh orang-orang beriman di hari Kemudian nanti, pada hakikatnya, adalah karena rahmat-Nya semata, bukan karena amal perbuatan mereka. Dan, bahwa siksa yang akan dijatuhkan kepada para pembangkang, tidak menjadikan rahmat Allah jauh sepenuhnya dari mereka atau rahmat itu tidak akan menyentuh mereka sama sekali. Karena yang masuk neraka pun, paling tidak—kalau bukan semua—sebagian mereka akan diampuni akhirnya masuk surga.

Penggalan terakhir yang merupakan penutup ayat ini diperbincangkan ulama karena, secara redaksional, terbaca bahwa kerugian mendahului penyebabnya. Bukankah kerugian diakibatkan oleh ketiadaan iman, sedangkan redaksi ayat ini menyatakan bahwa, "Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka itu tidak beriman."

Al-Alusi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa Fa=maka pada firman-Nya: (فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ) "Maka mereka itu tidak beriman" berfungsi menunjukkan bahwa ketiadaan iman serta kekerasan kepada mereka untuk tetap kafir menyebabkan kerugian mereka. Ini karena pengabaian terhadap tuntunan akal dan bergelimang dalam taklid buta mengikuti adat kebiasaan dan kepercayaan leluhur telah mengantar mereka bersikeras dalam kekufuran dan enggan beriman.

Asy-Sya'rawi mengemukakan bahwa, kalau kita mengamati tujuan dan cara dalam mencapai tujuan, pasti kita akan menemukan bahwa cara atau penyebab selalu mendahului tujuan atau akibat. Tetapi, jika melihat kepada persiapan melakukan sesuatu, sebenarnya tujuan mendahului cara. Seorang yang belajar sebenarnya terlebih dahulu menghadirkan dalam benaknya tujuan yang ingin dicapainya, yakni kelulusan, baru kemudian dia menggunakan cara untuk mencapainya, antara lain dengan belajar, Ini karena setiap hal yang bersyarat pada hakikatnya berada dalam dua hal, yaitu pendorong atau motivasi dan kenyataan. Dalam contoh di atas, keberhasilan adalah pendorong atau motivasi, sedangkan belajar merupakan cara yang menjadikan pendorong itu lahir dalam kenyataan. Demikianlah terlihat bahwa bisa saja tujuan atau akibat mendahului cara jika dilihat dari persiapan yang harus dilakukan. Demikian juga dengan ayat di atas, yang dari redaksinya terbaca bahwa tujuan atau akibat mendahului sebab.

Yang dimaksud dengan firman-Nya: (خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ) "dengan merugikan diri mereka" adalah menyia-nyiakannya. Dengan demikian, kata "merugi" sama dengan menyia-nyiakan sesuatu yang mestinya dimanfaatkan untuk meraih keuntungan. Keadaaan semacam ini serupa dengan pedagang yang menyia-nyiakan modalnya sehingga rugi karena tidak memperoleh keuntungan, bahkan kehilangan modal. Orang-orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak memanfaatkan potensi yang dianugerahkan Allah, yaitu daya pikir. Dengan berpaling  dari ajakan Rasul dan enggan berpikir menyangkut apa yang beliau sampaikan, mereka telah menyia-nyiakan potensi itu, padahal bila tidak disia-siakan ia akan dapat melahirkan sekian banyak hal yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat mereka. Ketiadaan iman disebabkan mereka tidak memanfaatkan potensi itu, sebagaimana ia juga menyebabkan kerugian yang lain, yaitu kerugian karena tidak memperoleh keselamatan hidup tenang dan bahagia di dunia serta keterbebasan dari siksa di neraka kelak di hari Kemudian.

وَ الـلَّــــهُ اَعْــلَـــمْ بِالصَّــــوَابِ
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar: