Laman

Kamis, 02 Mei 2013

Al an'am 6:2

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM.
ASSALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH.

Selamat pagi anak2ku dan sahabat2ku pecinta al-Qur'an yang dirahmati Allah, Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan syukur kehadhirat Allah yang mana kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat bersama-sama bertadarus serta belajar tafsir perkata dengan penjelasan secara mendetail dari ayat per ayat. Semoga dengan cara ini kita dapat menguasai bahasa al-Qur'an serta memahami isi kandungan al-Qur'an dengan baik dan benar. Alhamdulillah hari ini kita sudah memasuki ayat kedua dari surah al-An'aam.

Setelah pada ayat pertama surah al-An'aam ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala memulai dengan menyebut ALḪAMDULILLAAH yakni pujian kepada diri-Nya untuk mengajari hamba-hamba-Nya memuji kepada-Nya dengan bentuk kalimat tersebut. Kalimat hamdalah mencakup seluruh sendi-sendi keagungan dan kesempurnaan. Dalam penyebutan pujian ini, Allah memberitahukan bahwasanya Dia-lah yang paling pantas memperoleh segala pujian, karena tidak ada kawan dan sekutu bagi-Nya. Ayat di atas bermakna, "Pujilah Allah, Tuhan kamu sekalian yang telah memberikan berbagai macam anugerah kenikmatan dan kemuliaan kepadamu, Dia-lah yang menciptakan, mengadakan dan membuat langit dan bumi yang di dalamnya terdapat berbagai macam keindahan dan kreasi hasil ciptaan-Nya, semuanya dapat mengherankan akal pikiran sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal. Dan Dia pula yang menjadikan gelap dan terang, menciptakan malam dan siang silih berganti dalam keberadaannya bermanfaat bagi penduduk alam semesta. Maka pada ayat berikutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

QS AL-AN-'AAM  006: 002.
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلا ۗ  وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ
HUWALLADZII KHOLAQOKUM-MIN THIININ TSUMMA QODHOOO AJALAN, WA AJALUM-MUSAMMAN 'INDAHUU TSUMMA ANTUM TAMTARUUNA. = Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu.

Translation In English: "He it is created you from clay, and then decreed a stated term (for you). And there is in His presence another determined term; yet ye doubt within yourselves!".

"HUWA=Dia" "ALLADZII=yang" "KHOLAQOKUM=telah menciptakan kalian" "MIN=dari" "THIININ=tanah" dengan diciptakan-Nya ayah kamu Adam dari tanah, "TSUMMA=kemudian" "QODHOOO=Dia menetapkan" "AJALAN=batas waktu hidup" bagi kamu, setelah sampai pada ajal itu kamu akan mati, "WA AJALUN=dan batas waktu" ditetapkan "MUSAMMAN=(yang) ditentukan"  'INDAHUU=di sisi-Nya" untuk membangkitkan kamu dari kematian, "TSUMMA=kemudian" "ANTUM=kalian" hai orang-orang kafir, "TAMTARUUN=kalian meragukan" kamu masih meragukan tentang adanya hari berbangkit padahal sebelumnya kamu telah mengetahui, bahwa Dialah yang mulai menciptakanmu. Dan siapa yang mampu menciptakan berarti Dia lebih mampu untuk mengembalikan ke asalnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menciptakan bapakmu, Adam, dari tanah.  Dia Allah menentukan ajal kematian kamu ketika telah selesai batas waktu yang ditentukan. Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan-Nya sendiri untuk membangkitkan kamu sekalian. Ajal pertama adalah kematian dan ajal kedua adalah kebangkitan dari kubur setelah mati, pada saat datangnya Hari Kiamat. Kemudian kamu wahai orang-orang kafir, ragu-ragu dengan adanya hari kebangkitan dan mengingkarinya setelah tampak tanda-tanda yang nyata.

Setelah menjelaskan kekuasaan-Nya mencipta langit dan bumi, gelap dan terang, ditegaskan-Nya tentang penciptaan manusia dari tanah yang bercampur air. Atau, dengan kata lain, setelah menyebut penciptaan alam raya yang besar, kini disebutnya alam kecil, yakni manusia; lalu bila ayat lalu menegaskan bahwa Dia yang menciptakan bumi, ayat ini menyebut penciptaan manusia dari bagian bumi itu, yakni tanah, karena manusia tercipta darinya. Apalagi salah satu sebab yang membuat mereka menolak atau meragukan adanya kebangkitan setelah kematian adalah terkubur dan bercampurnya jasad manusia dengan tanah. Ayat ini meluruskan pandangan itu dengan mengingatkan asal kejadian manusia dari (طين) Thiin, yakni tanah yang bercampur air, bukan sekadar tanah, karena dengan demikian percampuran tersebut lebih mantap, dan dengan demikian pula pemilahan dan pemisahannya—dalam pandangan manusia—akan lebih sulit. Namun, kendati sulit dalam pandangan manusia, ia mudah bagi Allah.

Dialah, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menciptakan Kamu, wahai manusia, dari tanah yang bercampur air. Dan, karena biasanya sesuatu yang terbuat dari bahan dan kondisi yang sama, sama pula masa keberadaan dan lamanya bertahan. Maka, untuk menunjukkan betapa kuasa Allah Subhanahu wa Ta'ala, ditegaskan-Nya dengan menggunakan kata Tsumma, yakni sesudah itu, ditentukan-Nya bagi masing-masing makhluk hidup, ajal, yakni kematian atau masa akhir keberadaan di pentas bumi ini. Dan, di samping ajal itu, ada lagi suatu ajal yang lain yang juga ditentukan oleh-Nya, yaitu ajal untuk kebangkitan setelah kematian, tetapi ini ada di sisi-Nya, yakni dalam pengetahuan-Nya, dan hanya Dia sendirilah yang mengetahui kapan datangnya.

Kemudian, setelah aneka bukti dihamparkan-Nya, Kamu, hai manusia yang kafir, masih memaksakan diri terus-menerus ragu-ragu tentang keniscayaan berbangkit itu.

Ayat ini menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah. Ini dalam arti bahwa makanan yang dimakannya terdiri dari banyak hal yang bersumber dari tanah atau bahwa penciptaan dari tanah itu dalam arti penciptaan asal-usulnya, yakni Adam 'alaihis-salam. Pendapat kedua ini mengisyaratkan adanya hubungan dan persamaan setiap manusia yang lahir kemudian dengan manusia pertama itu. Adam 'alaihis-salam sebagai manusia memiliki fitrah dan naluri kemanusiaan dan naluri itu dimiliki pula oleh anak cucunya serta menurun darinya. Itulah hubungan dan persamaan semua manusia dengan Adam 'alaihis-salam; dan karena Adam tercipta dari tanah, tidak keliru—setelah adanya persamaan dan hubungan—bila dikatakan bahwa semua manusia tercipta dari tanah.

Ayat ini menegaskan bahwa keadaan seluruh manusia dikuasai sepenuhnya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena dia yang menciptakannya sejak semula. Bahkan, sejak awal kejadian manusia pertama yang Dia ciptakan dari tanah yang bercampur air, sampai dengan manusia terakhir dipentas bumi ini. Dia yang menguasai mereka semua sejak detik awal dari wujudnya sampai dengan ajalnya yang melampaui kehidupan dunia menuju masa yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.

Dalam beberapa ayat yang berbicara tentang reproduksi manusia, ditemukan sejumlah kata yang berbeda, seperti (تراب) turoob=tanah, (ماء مهين) maa-'in mahiin=air yang hina, (طين) thiin=tanah bercampur air, dan lain-lain. Demikian juga halnya dengan kejadian manusia pertama. Suatu kali digambarkan dengan turoob=tanah, di kali lain dengan thiin=tanah bercampur air, selanjutnya (حمأ مسنون) ḫama-in masnuun=tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk, kemudian (صلصال كا لفخّار) sholshoolin kal-fakhkhoor=tanah kering seperti tembikar. Informasi yang beraneka ragam itu tidak saling bertentangan karena masing-masing berbicara tentang tahapan proses kejadian manusia yang berbeda-beda.

Ketika para pakar menganalisis kandungan tanah, mereka menemukan sekian banyak unsur dan sebagian unsur tersebut dikandung oleh jasmani manusia. Demikianlah Allah membuktikan kebenaran informasi-Nya—walau—melalui penelitian orang-orang yang tidak percaya kepada al-Qur'an.

Penggunaan bentuk nakirah/indefinite untuk kata (أجل) Ajal menunjukkan bahwa ajal manusia tidak dapat diketahui manusia kapan tibanya secara pasti.

Selanjutnya, ayat di atas mengisyaratkan dua macam ajal. Ini juga dipahami dari penggunaan bentuk nakirah/indefinite kata ajal. Dalam kaidah dinyatakan, "Apabila kata yang sama berulang dalam bentuk nakirah, kata pertama berbeda maknanya dengan yang kedua." Di atas telah dikemukakan bahwa kata ajal pertama adalah kematian setiap pribadi dan ajal kedua adalah masa kebangkitan atau antara kematian dan masa kebangkitan. Ada juga yang memahami ajal pertama dalam arti tidur dan ajal kedua adalah mati, atau ajal pertama adalah ajal generasi terdahulu dan ajal kedua ajal generasi yang datang kemudian. Atau ajal pertama ajal masing-masing yang telah lewat dan ajal kedua adalah yang belum dilalui.

Pendapat terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya al-Qur'an menggunakan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Di sisi lain, ayat ini dikemukakan dalam konteks pembuktian tentang keesaan Allah dan keniscayaan hari Kebangkitan sehingga sangat wajar kata ajal menunjuk kepada kematian dan hari Kebangkitan itu.

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menentukan dua ajal bagi tiap-tiap orang, yaitu, ajal dari kelahirannya hingga kematiannya, dan ajal dari kematiannya hingga kebangkitannya. Jika seseorang berbuat baik dan bertakwa serta gemar bersilaturrahim, maka ditambahkan ajal usianya dari ajal kebangkitannya. Selain itu, jika seseorang durhaka dan gemar memutuskan silaturrahim, maka dikurangilah ajal usianya lalu ditambahkan kepada ajal kebangkitannya.

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang ingin diperluas rezekinya dan diperpanjang usianya maka hendaklah dia bersilaturrahim. Silaturrahim menjadikan hidup manusia diliputi oleh keharmonisan dan jauh dari ketegangan, sedang ketegangan, yakni stres merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat tibanya ajal. "Bagi tiap-tiap ajal ada Kitab (ketentuan). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." (QS ar-Ra'd 13: 38-39).

وَ الـلَّــــهُ اَعْــلَـــمْ بِالصَّــــوَابِ
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar: