Laman

Kamis, 20 Desember 2012

Cash Flow Langit dalam surat Al Maiidah [5] : 6 (bagian 1)

Assalaamu 'alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh,
Selamat malam anak-anakku dan sahabat-sahabat shalehku, Alhamdulillah kita masih bisa melanjutkan tadarus/kajian al-Qur'an dengan metode tafsir perkata, dan penjelasan dari ayat per ayat secara berulang agar kita benar-benar bisa mengingat serta memahaminya secara baik dan benar.

Pada ayat sebelumnya telah diterangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menghalalkan bagi kita kaum Muslimin yang baik-baik. Makanan sembelihan orang-orang yang diberi al-kitab yakni dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya serta tidak bercampur dari hal yang haram seperti minyak babi dan minuman keras ketika memasaknya. Dan mengawini wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kita, dengan membayar mas kawin kepada mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik-gundik serta dengan tujuan agar dapat memimpin mereka dalam meyakini akan kebenaran Islam serta menuntun mereka dalam beribadah kepada Allah. Dan diakhir ayat Allah mengancam barangsiapa yang kafir sesudah beriman yaitu tidak menerima hukum-hukum Islam, maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. Sedangkan ayat lanjutan ini Allah menerangkan tentang bersuci sebagaimana firman-Nya:

QS AL-MAA-IDAH 5: 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۗ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۗ  وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۗ  مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
YAAA AYYUHAL-LADZIINA AAMANUUU IDZAA QUMTUM ILASH-SHOLAATI  FAGHSILUU WUJUUHAKUM WA-AIDIYAKUM ILAL-MAROOFIQI WAMSAḪUU BIRU-UUSIKUM WA-ARJULAKUM ILAL-KA'BAINI, WA-IN KUNTUM JUNUBAN FATH-THOH-HARUU, WA-IN KUNTUM MARDHOOO AU 'ALAA SAFARIN AU JAAA-A AḪADUM-MINKUM MINAL-GHOOO-ITHI AU LAAMASTUMUN-NISAAA-A FALAM TAJIDUU MAAA-AN FATAYAM-MAMUU SHO-'IIDAN THOYYIBAN FAMSAḪUU BIWUJUU-HIKUM WA-AIDIIKUM MINHU, MAA YURIIDULLOOHU LIYAJJ-'ALA 'ALAIKUM-MIN ḪAROJIN  WALAAKIY-YURIIDU LIYU-THOH-HIROKUM WALIYUTIMMA NI'MATAHUU 'ALAIKUM LA-'ALLAKUM TASYKURUUNA = Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
[404] Artinya: menyentuh. menurut jumhur ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin ialah: menyetubuhi.

YAAA AYYUHAA=wahai" "AL-LADZIINA=orang-orang yang" "AAMANUUU=mereka beriman" "IDZAA=apabila" "QUMTUM=kalian berdiri" maksudnya hendak berdiri, "ILASH-SHOLAATI=untuk shalat" dan kamu sedang berhadas, " FAGHSILUU=maka cucilah" "WUJUUHAKUM=muka-muka kalian" "WA-AIDIYAKUM=dan tangan-tangan kalian" "ILAA=sampai" "AL-MAROOFIQI=siku-siku" artinya termasuk siku itu sebagaimana juga diterangkan dalam sunnah, "WAMSAḪUU=dan usaplah kalian" "BIRU-UUSIKUM=pada kepala-kepala kalian" ba berarti melengketkan, jadi lengketkanlah sapuanmu itu kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini merupakan isim jenis, sehingga dianggap cukup bila telah tercapai sapuan walaupun secara minimal, yaitu dengan disapunya sebagian rambut. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Syafi'i, "WA-ARJULAKUM=dan (basuhlah) kaki-kaki kalian" dibaca manshub karena diathafkan kepada aidiyakum; jadi basuhlah tetapi ada pula yang membaca dengan baris di bawah/kasrah dengan diathafkan kepada yang terdekat, "ILAA=sampai" "AL-KA'BAINI=kedua mata kaki" artinya termasuk kedua mata kaki itu, sebagaimana juga diterangkan dalam hadits. Dua mata kaki ialah dua tulang yang tersembul pada setiap pergelangan kaki yang memisah betis dengan tumit. Dan pemisahan di antara tangan dan kaki yang dibasuh dengan rambut yang disapu menunjukkan diharuskannya/wajib berurutan dalam membersihkan anggota wudhu itu. Ini juga merupakan pendapat Syafi'i. Dari sunnah diperoleh keterangan tentang wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah lainnya., "WA-IN=dan jika" "KUNTUM=kalian sedang" "JUNUBAN=junub" "FATH-THOH-HARUU=maka mandilah kalian", "WA-IN=dan jika" "KUNTUM=kalian sedang" "MARDHOOO=sakit" yang akan bertambah parah dengan menyentuh air, "AU=atau"  'ALAA SAFARIN=dalam perjalanan" musafir, "AU=atau" "JAAA-A=datang" "AḪADUN=salah seorang" "MINKUM=di antara kalian" "MINAL-GHOOO-ITHI=dari kakus" artinya berhadas, "AU=atau" "LAAMASTUMU=kalian menyentuh" "AN-NISAAA-A=perempuan" hal ini telah dibicarakan dulu pada surah An-Nisaa', "FALAM=lalu tidak" "TAJIDUU=kalian mendapatkan" "MAAA-AN=air" yakni setelah mencarinya, "FATAYAM-MAMUU=maka bertayamumlah kalian" dengan mencari, "SHO-'IIDAN=(dengan) debu" "THOYYIBAN=yang suci" tanah yang bersih, "FAMSAḪUU=maka usaplah" "BIWUJUU-HIKUM=pada muka-muka kalian" "WA-AIDIIKUM=dan tangan kalian" beserta kedua siku, "MINHU=dengannya" debu itu dengan dua kali pukulan. Ba menunjukkan lengket sementara sunnah menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah hendaklah sapuan itu meliputi kedua anggota secara keseluruhan, "MAA=tidak" "YURIIDULLOOHU=Allah menghendaki" "LIYAJJ-'ALA=untuk menjadikan"  'ALAIKUM=bagi kalian" "MIN=dari" "ḪAROJIN=kesulitan" dengan kewajiban-kewajiban berwudhu, mandi atau tayamum itu, "WALAAKIN=akan tetapi" "YURIIDU=Dia menghendaki" "LIYU-THOH-HIROKUM=untuk membersihkan kalian" dari hadas dan dosa,  "WALIYUTIMMA=dan untuk menyempurnakan" "NI'MATAHUU=nikmat-Nya"  'ALAIKUM=atas kalian" yakni dengan Islam dengan menerangkan syariat-syariat agama, "LA-'ALLAKUM=supaya kalian" "TASYKURUUNA =kalian bersyukur" atas nikmat-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, dari Harim, dari Abdur Rahman ibnu Ziyad Al-Afriqi, dari Abu Arif, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Barang siapa yang melakukan wudhu dalam keadaan suci, maka dicatatkan baginya sepuluh pahala kebaikan."

Bila pendapat al-Biqa'i yang mengartikan iman pada ayat yang lalu dengan shalat dapat diterima, sangat jelas hubungan ayat ini dengan ayat yang lalu. Lebih jauh, al-Biqa'i menjelaskan bahwa surah ini dibuka dengan perintah memenuhi akad-akad perjanjian disusul dengan uraian tentang betapa Allah telah memenuhi pemeliharaan-Nya kepada manusia dengan menyediakan buat mereka aneka kebutuhan pangan dan seks, dengan mendahulukan uraian tentang pangan atas uraian tentang seks, karena kebutuhan pangan lebih utama. Selanjutnya, disebutkan pemenuhan perjanjian yang berkaitan dengan ibadah kepada-Nya dan ini dimulai dengan shalat, karena shalat adalah ibadah yang paling mulia setelah iman. Dalam konteks shalat ini, terlebih dahulu diuraikan tentang wudhu karena wudhu adalah syarat sahnya shalat. Demikian al-Biqa'i.

Mutawalli asy-Sya'rawi memberi gambaran lain. Menurutnya, setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan faktor-faktor penunjang kelangsungan hidup pribadi, yakni makanan dan penunjang kelangsungan jenis, yakni perkawinan, lalu Allah menjelaskan bahwa semua itu adalah anugerah Ilahi untuk mengantar manusia bertemu dan mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tentu saja, untuk bertemu dan mengenal-Nya diperlukan aneka persiapan menyangkut jiwa, badan, tempat, dan waktu. Persiapan badan dengan bersuci, persiapan waktu dengan ketentuan waktu-waktu shalat, persiapan tempat dengan tempat suci dan arah kiblat. Kesemuanya harus jelas dalam rangka pertemuan dan pengenalan dengan penganugerahan nikmat-nikmat yang diuraikan pada ayat-ayat sebelumnya. Nah, ayat ini memberi petunjuk tentang persiapan jasmani, yaitu dengan menjelaskan cara menyucikan diri dengan wudhu dan tayamum.

Dari sini, ayat ini mengajak dan menuntun: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu telah akan mengerjakan shalat, yakni telah berniat dan membulatkan hati untuk melaksanakan shalat sedang saat itu kamu dalam keadaan tidak suci/berhadas kecil, maka berwudhulah, yakni basuhlah muka kamu seluruhnya dan tangan kamu ke siku, yakni sampai dengan siku, dan sapulah, sedikit atau sebagian atau seluruh kepala kamu dan basuhlah atau sapulah kedua kaki-kaki kamu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub, yakni keluar mani dengan sebab apapun dan atau berhalangan shalat bagi wanita maka mandilah, yakni basahilah seluruh bagian badanmu.

Setelah menjelaskan cara bersuci—wudhu dan mandi—dengan menggunakan air. Lalu dijelaskan cara bersuci jika tidak mendapatkan air atau tidak dapat menggunakannya. Penjelasan itu adalah dan jika kamu sakit yang menghalangi kamu menggunakan air karena khawatir bertambah penyakit atau memperlambat kesembuhan kamu, atau dalam perjalanan yang dibenarkan agama dalam jarak tertentu, atau kembali dari tempat buang air (kakus) setelah selesai membuang hajat, atau menyentuh perempuan, yakni terjadi pertemuan dua alat kelamin, atau bersentuhan kulit lain jenis yang bukan mahram (menurut mazhab Imam Syafi'i) lalu kamu tidak memperoleh air, yakni tidak dapat menggunakan, baik karena tidak ada atau tidak cukup, atau karena sakit, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik, yakni suci. Untuk melaksanakan tayamum sapulah muka kamu dan tangan kamu dengan tanah itu. Allah Yang Mahakaya dan Kuasa itu tidak menghendaki untuk menjadikan atas kamu sedikit kesulitan pun, karena itu disyariatkan-Nya kemudahan-kemudahan untuk kamu, karena Dia hendak membersihkan kamu lahir dan bathin dengan segala macam ketetapan-Nya, baik yang kamu ketahui hikmahnya maupun tidak dan agar Dia menyempurnakan nikmat-Nya bagi kamu dengan meringankan apa yang menyulitkan kamu, memberi izin dan atau mengganti kewajiban dengan sesuatu yang lebih mudah supaya kamu bersyukur.

Firman-Nya: (إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ) idzaa qumtum illash-sholaaah=apabila kamu telah akan mengerjakan shalat, menunjukkan perlunya niat bersuci guna sahnya wudhu karena kalian telah akan mengerjakan berarti adanya tujuan mengerjakan, dan tujuan itu adalah niat, dan niat yang dimaksud adalah utnuk melaksanakan shalat, bukan untuk membersihkan diri atau semacamnya, baik diucapkan maupun tidak.

Apabila memahami redaksi ayat di atas, terlepas dari sunnahnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, boleh jadi ada yang berkata bahwa berwudhu adalah tuntutan ayat ini setiap seseorang akan melaksanakan shalat. Tetapi, bila memahaminya melalui sunnah Nabi shallallahu 'alihi wasallam diketahui bahwa perintah berwudhu hanya diwajibkan terhadap mereka yang tidak dalam keadaan suci.

Firman-Nya: (فَاغْسِلُوا) faghsiluu=basuhlah, berarti mengalirkan air pada anggota badan yang dimaksud. Sementara ulama menambahkan keharusan menggosok anggota badan saat mengalirkan air.

Yang dimaksud dengan wajah adalah dari ujung tempat tumbuhnya rambut kepala sampai keujung dagu dan bagian antara kedua telinga. Tidak termasuk apa yang di dalam mata, atau dalam hidung, dan tidak juga harus berkumur. Membersihkan hidung dan berkumur dinilai oleh mayoritas ulama sebagai sunnah atau anjuran.

Kata (أَيْد) aydin=tangan pada firman-Nya: (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ) wa aydiyakum ilal-marofiq=dan tangan kamu sampai dengan siku, dapat dipahami dalam arti sempit dan luas. Firman-Nya: (إِلَى الْمَرَافِق) ilal-marofiq=ke siku, memberi batasan tentang makna tersebut. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang kata illa, apakah ia berarti sampai, sehingga siku-siku termasuk yang wajib di basuh atau tidak. Mayorritas ulama berpendapat bahwa siku-suku wajib dibasuh. Karena itu, terjemahan di atas menyatakan sampai dengan. Sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wasallam pun menginformasikan bahwa beliau berwudhu dengan membasuh tangan bersama dengan siku beliau.

Firman-Nya: (وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ) wamsahuu bi ru-uusikum=sapulah kepala kamu. Setelah disepakati oleh ulama tentang wajibnya mengenakan air ke kepala, mereka berbeda pendapat tentang batas minimal yang wajib. Perbedaan itu lahir dari perbedaan pendapat tentang makna huruf ba' (baca bi) pada firman-Nya bi ru-uusikum. Ada yang memahami bahwa huruf ba' mengandung makna tertentu, ada juga yang menilainya sebagai huruf tambahan untuk penguat makna yang dikehendaki. Ulama-ulama bermazhab Imam Syafi'i dan Imam Hanafi memahaminya bermakna sebagian sehingga ayat tersebut memerintahkan untuk membasuh sebagian kepala. Ulama mazhab Imam Hanafi menetapkan seperempat bagian kepada, sedang ulama mazhab Syafi'i tidak menentukan kadar sebagian itu, yang penting ada bagian kepala yang dibasuh, walau sekadar mengenai kulit kepala dengan beberapa lembar rambut. Mazhab Imam Malik dan Imam Hambali memahami huruf  ba' di atas sebagai tambahan huruf yang berfungsi penguat dan tidak mengandung makna tertentu. Dari sini, mereka memahaminya dalam arti perintah membasuh seluruh kepala.

Firman-Nya: (وَأَرْجُلَكُمْ) wa arjulakum, ada juga yang membaca wa arjulikum' Perbedaan bacaaan ini menimbulkan perbedaan pendapat tentang hukum berwudhu menyangkut kaki. Yang membaca wa arjulakum menghubungkannya dengan kata (وُجُوهِكُمْ) wujuuhakum=wajah kamu, dan karena wajah harus dibasuh, kaki pun harus dibasuh. Di atas telah diikemukakan apa yang dimaksud dengan kata basuh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Yang membaca arjulikum mengaitkannya dengan kata (بِرُءُوسِكُمْ) bi ru-uusikum=dengan kepala kamu, dan karena kepala disapu, yakni tidak harus dibasuh dan dicuci, cukup disapu dengan air walau hanya sedikit air. Persoalan secara panjang lebar yang dibahas oleh para ulama dapat dirujuk dalam bahasan=bahasan fiqih (hukum Islam).

Walaupun kata arjul=kaki-kaki dalam bentuk jamak, ayat di atas menggunakan bentuk dual ketika menjelaskan mata kaki (al-ka'bain=kedua mata kaki). Hal ini untuk menunjukkan bahwa kedua mata kaki harus dibasuh (diusap). Seandainya digunakan bentuk jamak sebagai ganti bentuk dual, dapat dipahami bahwa yang diperintahkan hanya salah satu mata kaki.

Jika diamati, di atas terlihat bahwa anggota badan yang diperintahkan untuk disapu dan dibasuh disebut dalam susunan urutan dari wajah, tangan, kemudian kembali lagi ke atas yaitu kepala dan terakhir kaki, Jika diambil urutan tubuh manusia, seharusnya yang disebut terlebih dahulu adalah kepala, wajah, tangan, dan kaki. Di sisi lain, kata yang digunakan pun berbeda. Ini menunjukkan keharusan adanya urutan dalam melakukan wudhu sesuai dengan urutan yang disebut ayat ini. Demikian pendapat mayoritas ulama.

Hanya Imam Abu Hanifah yang tidak mensyaratkan tartib (perurutan) itu, apalagi dengan adanya kata maka, pada awal ayat ini, yakni maka basuhlah wajahmu.

Kata (الْغَائِطِ) al-ghaa-ith bermakna tempat yang tinggi. Tempat yang tinggi biasanya menjadi tempat aman karena tidak mudah dijangkau orang. Di sini, kata tersebut dipahami dalam arti tempat yang aman dan tenang. Dari sini kemudian maknanya berkembang menjadi tempat buang air (kakus). Ada juga yang memahami kata ghoo-ith dalam arti tempat yang rendah. Demikian thahir Ibn 'Asyur dalam tafsirnya. Ada juga yang memahami kata ini dalam arti tempat yang rendah. Ketika menjelaskan kata serupa dalam QS an-Nisaa' 4: 43 telah dikemukakan bahwa biasanya sesuatu yang berada di tempat yang tinggi akan mudah terlihat, bendera misalnya, berbeda dengan tempat yang rendah. Pada masa lalu, tempat yang rendah dipilih untuk membuang air agar mereka tidak mudah dilihat orang.
(Bersambung bagian 2)
Sent from BlackBerry® on 3

Tidak ada komentar: